Tuesday, 21 May 2013
Wednesday, 15 May 2013
Sunday, 28 April 2013
Monday, 22 April 2013
Wednesday, 17 April 2013
Friday, 12 April 2013
Wednesday, 10 April 2013
Thursday, 4 April 2013
Wednesday, 20 March 2013
Dariku tentang buku
The Souls Moonlight Sonata
“Musiklah yang menyatukan jiwa
pecinta dan cintanya!”
Seperti
minggu-minggu sebelumnya, seperti yang sudah-sudah, seolah ada hukum wajib
untuk mendatangi Sanggar Guna. Entah untuk pinjam buku, baca, ataupun sekedar
duduk dan melamun. Karena memang tempatnya yang sepi dan tenang sangat
mendukung jiwa saya yang cenderung suka menyendiri.
Sebenarnya,
sudah lama beberapa teman menyodorkan buku ini, apalagi setelah penulisnya,
Wina Bojonegoro, datang langsung, tapi saya tidak berminat sama sekali dan
tidak pernah menggubrisnya. Alasannya simple
saja, karena Judulnya Moonlight Sonata dan bergambar biola.
Kenapa
begitu? Karena pikiran saya langsung mengarah ke musik klasik. Dan entah kenapa
hal-hal yang berhubungan dengan musik klasik terasa berat bagi saya. Apalagi
jika mendengar musik klasik, seperti mendengar lagu kematian yang membawa
suasana ngeri dan mencekam. Hiii…
Tapi
buku ini selalu ini mengejar saya. Meminta saya untuk menyetuhnya dan mengiba
untuk saya baca. Seperti memelas dengan tampang yang memilukan. Akhirnya,
minggu 10 Maret, entah dorongan dari mana atau bisikan dari siapa, saya
mengambil buku ini diantara deretan buku-buku lain.
Antonius
Stradivarius
Nama itu
sangat asing bagi saya yang setiap hari hanya mendengar lagu-lagu Sheila on 7. Nama
yang terdengar mistis. Dan memang Wina menyuguhkan aura mistis sejak halaman
pertama buku ini. Nama yang sulit saya ucapkan dengan lidah saya itu adalah
nama biola legendaris yang diciptakan oleh seseorang yang bernama Antonio
Stradivari.
Di buku musikal
ini, Wina cukup sukses mengajarkan saya tentang musik, terutama biola. Apalagi
pengetahuan yang sangat baru mengenai sejarah biola Anotonius Stradivarius yang
dibuat di Cremoni tahun 1644. Konon Stradivari
harus menggadaikan jiwanya dengan iblis agar suara biolanya tak hanya merdu,
tapi juga menghipnotis.
Yang aneh
adalah bagaimana sebuah biola legendaris itu ada di sebuah kampung yang bernama
Gandusari, sebuah desa di kawasan Kabupaten Trenggalek. Sedangkan Stradivari
sendiri hanya membuat 1000 buah dan tersisa 600 buah. Tapi semua dimungkinkan
oleh penulis asal Bojonegoro ini, dengan piawai ia menggiring kita dengan
cerita masa lalu Padma, tokoh utama, tentang bagaimana ia mendapatkan Biola
itu, tentang mimpi-mimpi yang selalu menghantuinya, tentang penampakan-penampakan
yang sering dialaminya, dan tentang arwah-arwah yang selalu bergentayangan.
Endang
Winarti, nama asli Wina Bojonegoro, cukup piawai bercerita dengan dua sudut
pandang. Ia meramu cerita yang tak masuk akal menjadi, ya…mungkin saja itu
terjadi. Semua orang memiliki kelebihan dibalik semua kekurangannya. Itulah
yang ingin ditunjukkan Padma, dengan gigih ia menunjukkan ke semua orang bahwa
meskipun ia seorang gading kampung dengan tampang yang pas-pasan, ia bisa
menjadi seorang violist yang serba bisa.
Eksistensi.
Hakikatnya manusia butuh pengakuan. Itulah yang dilakukan Padma. Ia selalu
ingin bisa membanggakan Ayahnya, ingin merasakan kehangat dan pelukan Ayahnya
yang tak pernah didapatkannya sejak kecil. Tapi tanpa disangka, proses
eksistensinya membawa Padma menuju cinta dan kenyataan mengenai darah violist
yang diturunkan padanya.
Saya
bersyukur punya kesempatan untuk membaca buku ini. Bisa berkenalan dengan Antonius
Stradivarius yang membuat saya banyak browsing untuk lebih tahu tentang biola legendaris
itu. Bisa meyakinkan diri bahwa kita pasti punya kelebihan, tinggal bagaimana
upaya kita untuk mengelola kelebihan itu. Tentang cinta? Semua kisah takkan
berjiwa tanpa bumbu cinta, bukan begitu?
Untuk Mbak
Wina, maaf saya pernah menolak membaca buku Anda karena covernya. Ternyata benar,
Don’t Judge the Book from the Cover. N thank’s for all about Antonius
Stradivarius. Love it!
-Ika
Fari-
Di tepian Malam, 02:00 am
Maret 2013
Subscribe to:
Posts (Atom)